Bismillah..
Assalammulaikum,
Pagi semua , pagi ini saya akan share sebuah tulisan yang saya peroleh langsung dari Manager Comdev PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara. Semoga bermanfaat :)
Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
Kita sering silau dengan kehidupan orang lain ya. Terpukau oleh apa yang kita lihat dari mereka. Terkesima dengan apa yang kita dengar tentang mereka. Terpana dengan gaya hidup mereka. Dan terhipnotis oleh kata-kata mereka. Sepertinya hidup mereka itu sedemikian sempurnanya. Sedangkan hidup kita, senantiasa dihiasi oleh ujian dan cobaan semata. Enak banget mereka itu. Sementara kita? Cuman begini-begini aja. Tapi, apakah memang demikian adanya ya?
Tiga orang lelaki dengan stelan jas naik keatap gedung perkantoran yang menjulang tinggi di wall street. Yang satu managernya, biasa dipanggil Will. Sedangkan dua anak buahnya sedang memulai kecemerlangan karirnya. “Will, apa benar penghasilanmu tahun lalu 2 koma 5 juta dollar?” begitu tanya anak buahnya. Will mengiyakan. Maklum anak baru, keduanya terkejut. Lalu katanya;”Bagaimana caranya menggunakan uang sebanyak itu?”
Jawaban Will sungguh tidak terduga. Dia bilang;”Uang itu habis sedemikian cepatnya….” Tentu kedua probie itu kaget. Bagaimana mungkin kita menghabiskan dua setengah juta dollar secepat itu? Dan mereka baru paham setelah Will menjelaskannya. Yang membedakan kita dengan orang ‘kaya’ kadang-kadang hanya soal kepercayaan dari bank saja. Bank percaya untuk memberi pinjaman bin kredit ini itu pada mereka. Sedangkan pada kita, bank tidak percaya. Itu saja. Selebihnya sih, kita tidak jauh beda.
Tapi, lumayan kan. Setiadaknya orang-orang yang ‘kaya’ sempat menikmati gaya hidup kelas atas yakan?. Jadi kita tetap memilih punya kehidupan seperti mereka daripada menjalani kehidupan kita apa adanya. Jika masih berpikir begitu, Anda perlu tahu apa yang terjadi diatap gedung pencakar langit itu. Will – sang manager investasi itu – menaiki pagar pembatas. Lalu bersiap-siap melompat. Jika saja kedua anak buahnya tidak menghalangi, mungkin tubuhnya yang berbalut stelan mahal itu sudah melayang terbang menuju aspal jalanan. Will memang tidak jadi melakukannya. Tapi dari mulutnya meluncur pernyataan ini; ‘Not today!’, katanya.
Siapa sih yang tidak tergiur oleh kehidupan seseorang yang berpenghasilan dua setengah juta dolar setahun? Kalau itu sih, oe juga mau ya kan? Seperti layaknya kita melihat teman atau tetangga yang tajir aja. “Hebat ya dia. Bisa begini begitu. Mau apa juga pasti kesampaian…” Pernah mendengar kalimat itu? Mungkin dari istri atau suami kita. Anak-anak kita. Teman-teman kita. Dari orang-orang yang berada disekitar kita. Kalimat yang membanding-bandingkan diri kita dengan kehidupan orang lain.
Faktanya; kekayaan, tidak berkorelasi langsung dengan kebahagiaan dan kualitas hidup seseorang rupanya. Serius. Kita hanya melihat luarnya saja tentang orang lain. Atau mendengar ocehan dan berita yang belum tentu benar. Perhatikan betapa di zaman ini orang menceritakan hal-hal fantastis yang belum tentu dialaminya sendiri. Misalnya, ketika seseorang menceritakan tentang ‘penghasilan tanpa batas’ senilai puluhan ribu dolar sebulan. Belum tentu dia bicara soal realitas. Tetapi pikiran dan emosi kita langsung menilainya seolah-olah itu memang penghasilannya. Otak kita, belum benar-benar pandai membedakan antara bualan dan kenyataan.
Banyak kan sekarang ‘pebisnis’ yang menjanjikan penghasilan fantastis? Lucunya, mereka tidak bercerita tentang apa yang ‘sudah’ mereka dapatkan. Melainkan tentang ‘potensi’ atau ‘kemungkinan’ yang sesungguhnya belum terjadi. Hebatnya lagi, yang mereka ceritakan itu tentang penghasilan orang lain yang informasinya mereka dapat dari orang lain lagi, dari orang lainnya lagi, dan dari orang lain-lainnya lagi. Meski nggak jelas begitu; jiwa kita, sudah menganggapnya sebagai kejadian nyata.
Naluri kita menyadari bahwa semua itu ‘too good to be true’. Tapi, mental kita sudah terlanjur terpengaruh. Maka kombinasi dari apa yang kita lihat tentang kehidupan orang lain, dan apa yang kita dengar tentang penghasilan mereka membuat kita merasa hidup ini tidak seberuntung mereka. Memang, faktanya banyak sekali orang kaya disekitar kita. Rumah megah, mobil mewah. Gaya hidupnya juga glamor. Tetapi, itu hanya soal kekayaan materi saja. Kekayaan mental, ketenangan spiritual, keharmonisan keluarga, dan kecocokan sosialnya apa iya seindah itu? Bisa iyya. Bisa juga tidak.
Anda yang penggemar film, tentu bisa langsung memprotes saya soal kejadian di atap gedung pencakar langit itu. “Ah, itu kan cuman adegan dalam film Margin Call, Dang.!” Yayaya baiklah. Saya nggak bisa mengibuli orang yang berwawasan luas seperti Anda. Tapi bukankah Anda tahu juga bahwa film itu terinspirasi kriris ekonomi yang melanda Amerika? Untuk mengingatkan Anda, pada tahun 1998 dan 2008 Indonesia pun mengalami kejadian serupa. Dan Anda tahu, bahwa orang-orang yang mengakhiri hidupnya itu bukan cerita rekaan semata.
Jadi apa sih poin pentingnya? Sederhana saja sih. Berhenti membanding-bandingkan kenyamanan hidup dengan orang lain. Lalu mulai untuk berpijak pada realitas yang ada. Apa yang kita miliki saat ini, itulah realitasnya. Itu yang dapat kita jalani sepenuhnya. Itu yang bisa dinikmati seutuhnya. Dan itulah yang pantas kita syukuri seluruhnya. Maka itu pulalah, yang bisa menjadi sumber kebahagiaan yang sesungguhnya.
Tidak bolehkah kita memandang kehidupan orang lain? Boleh saja jika hal itu bisa menjadikan diri kita semakin bersemangat, semakin giat, semakin positif. Tapi, jika semua itu malah membuat kita merasa tidak seberuntung mereka; sebaiknya tidak. Mengapa? Karena tidak ada satu orang pun dimuka bumi ini yang hidupnya sempurna. Bahkan orang yang kita anggap paling ideal hidupnya pun sesungguhnya memiliki permasalahan, kegelisahan dan kegundahannya sendiri.
Ada yang kepalanya pening memikirkan situasi utang piutangnya yang tidak seimbang. Ada yang gemetar karena bunga pinjaman bank telah melampaui kemampuan membayarnya yang berkurang. Ada yang sedang bersembunyi dari kejaran debt collector. Ada yang sudah berbulan-bulan tidak bertegur sapa dengan suami atau istrinya. Ada yang tengah dirundung duka akibat penyakit yang diderita anaknya. Kita? Mungkin masalah kita tidak seberat mereka. Mungkin kita hanya tidak bisa membeli kemewahan seperti yang mereka dapatkan. Sedangkan sisi kehidupan kita lainnya; baik-baik saja.
Sahabatku. Orang yang tidak mengalami cobaan hidup itu tidak ada. Karena kita semua, pasti punya problematika masing-masing. Mengapa saya yakin sekali soal itu? Karena itulah yang Tuhan firmankan dalam kitab suci. “Dan Aku pasti akan menguji kamu,” demikian Tuhan berfirman. “Dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.” Demikian dijelaskan dalam surah 2 (Al-Baqarah) ayat 155.
Tidak ada seorang pun yang tidak diuji bukan? Hanya bentuk ujiannya saja yang berbeda. Jadi, keliru jika kita mengira bahwa hidup kita tidak seberuntung orang lain. Kita sama beruntungnya dengan mereka. Hanya saja, cara Tuhan menunjukkan keberuntungan itu berbeda. Karena apapun yang Tuhan berikan kepada kita. Senang dan susah. Baik dan buruk. Riang dan sedih. Harta dan jiwa. Semuanya adalah, ujian. Untuk mengetahui siapa yang paling bersyukur dan bersabar diantara kita. “Dan sampaikanlah kabar gembira, kepada orang-orang yang bersabar.” Bukankah demikian yang Tuhan firmankan?
Salam,
IWAN SURYATNO
Community Development Dept.
PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara
Jln. Kedondong RW. 5 RT. 16 Noo. 49, Kec. Tanjung Selor
Mobile : 08115408512 & 08125888231
Email : iwan.suryatno@pkncoal.com
Pin BB : 27F1F434
Kamis, 20 Februari 2014
Benarkah Hidup Kita Tidak Seberuntung Mereka?
Posted By:
Rizki Programmer Muslim on: 16.29 In: Islam, kalimantan utara, kebahagiaan, Kuliah Tahap II, Magang Tahap II, motivasi, motivatsi, prinsip kesederhanaan, programmer muslim, PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar